SEKADAU, SINAR KAPUAS.com - Bupati Sekadau, Aron, mengungkapkan kondisi terkini mengenai evaluasi dan serapan pendapatan-belanja daerah tahun anggaran 2025. APBD tahun ini bisa dibilang berada dalam situasi tidak normal akibat kebijakan efisiensi dari pemerintah pusat yang berdampak signifikan pada keuangan daerah.
Aron menjelaskan, APBD 2025 yang sebelumnya telah disusun bersama DPRD dan diverifikasi Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, tiba-tiba mengalami pemotongan oleh pemerintah pusat sebesar Rp80,2 miliar. Dampaknya paling terasa di Dinas PUPR dan Perkim, yang seluruh anggarannya hilang.
“Karena itu kami terpaksa melakukan pengalihan anggaran dari beberapa SKPD untuk menutup program-program yang sudah berjalan di PUPR,” ujarnya dalam sambutan pada kegiatan evaluasi yang digelar di Ruang Serbaguna Lantai II Kantor Bupati Sekadau, Selasa (25/11/2025).
Dikatakan Aron, sekitar bulan Juni-Juli pemerintah daerah mulai melihat perkembangan realisasi RPD yang melambat. Biasanya, hal itu tidak menjadi masalah karena kondisi APBD stabil. Namun tahun ini, selain tidak menerima kurang bayar dari pusat, pemerintah daerah justru mengalami penarikan anggaran.
“Kita sudah antisipasi kondisi ini. Saya sudah panggil Sekda dan Keuangan,” tegasnya.
Saat ini, kondisi keuangan Sekadau juga berharap pada bagi hasil pajak dari Pemerintah Provinsi Kalbar. Namun, agar dana tersebut dapat dikirim sepenuhnya, kabupaten harus terlebih dahulu menyelesaikan kewajiban pembayaran pajak kendaraan untuk periode Agustus-Desember.
Aron menegaskan, semua kabupaten/kota mengalami kesulitan yang sama, namun Sekadau termasuk yang terbaik dalam penyelesaian pajak kendaraan.
“Kalau tidak dikirim (dana bagi hasil dari Pemprov) seluruhnya, ada kemungkinan loss APBD. Prediksi kami sekitar kurang lebih Rp30 miliar. Program sudah berjalan dan jika tidak terbayar Desember, akan dibayar pada 2026,” jelas Aron.
Kekhawatiran semakin besar karena Dana Alokasi Umum (DAU) 2026 diprediksi jauh lebih kecil dibanding 2025. “2025 kita terima DAU Rp530 miliar, tapi di 2026 hanya Rp230 miliar. Sementara belanja pegawai mencapai Rp472 miliar. Artinya banyak yang nanti harus ditutup menggunakan PAD,” ungkap Bupati.
Saat ini realisasi pendapatan daerah baru 78 persen, sementara belanja 68 persen. Beberapa SKPD terpaksa mengalami pemotongan belanja.
“Ini bukan keinginan kami, tapi kondisi yang memaksa,” kata Aron.
Pada kesempatan itu, Aron juga meminta percepatan pelunasan pajak kendaraan oleh provinsi, yang kini tersisa sekitar Rp14-15 miliar.
“Dulu dikirim setiap bulan, tahun ini tidak. Ini yang membuat kita terhambat,” ujarnya.
Perubahan besar lainnya adalah sumber pembayaran Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) yang kini harus diambil dari PAD, berbeda dengan sebelumnya yang didukung oleh DAU.
“Termasuk dokter spesialis, semua tergantung PAD. Karena itu kita harus bekerja lebih keras dengan kondisi ini,” tutup Aron.

