,

๐ƒ๐๐‘๐ƒ ๐’๐ž๐ค๐š๐๐š๐ฎ ๐Œ๐ž๐๐ข๐š๐ฌ๐ข ๐Ž๐ซ๐š๐ง๐  ๐“๐ฎ๐š ๐๐š๐ง ๐’๐ƒ ๐…๐ข๐ฅ๐ข๐ฉ๐ข ๐ฌ๐จ๐š๐ฅ ๐“๐ข๐๐š๐ค ๐ƒ๐ข๐ญ๐ž๐ซ๐ข๐ฆ๐š๐ง๐ฒ๐š ๐’๐ข๐ฌ๐ฐ๐š ๐€๐๐Š

Editor: Muezz@
Juni 20, 2025, 17:15 WIB Last Updated 2025-06-20T10:15:11Z

๐’๐„๐Š๐€๐ƒ๐€๐”, ๐’๐ˆ๐๐€๐‘ ๐Š๐€๐๐”๐€๐’.๐œ๐จ๐ฆ - Komisi III DPRD Kabupaten Sekadau menggelar pertemuan bersama pihak yayasan dan SD Filipi serta orang tua siswa terkait tidak diterimanya Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dalam proses penerimaan siswa baru di sekolah tersebut, Kamis petang, 19 Juni 2025. 


Pertemuan yang dilaksanakan di SD Filipi itu dipimpin langsung Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Sekadau, Yohanes Ayub, serta Anggota Komisi III Kabupaten Sekadau, Bernadus Mohtar. 


Yohanes Ayub mengatakan, kehadiran berbagai pihak dalam forum tersebut merupakan langkah positif dan menjadi bahan refleksi bersama untuk memperbaiki sistem pendidikan di daerah, khususnya Kabupaten Sekadau.


"Hari ini tentu saya sangat antusias karena pihak yayasan, sekolah, dan orang tua hadir di sini. Tentu hal ini menjadi pelajaran bagi kita. Ini juga menjadi kajian ke depan agar tidak ada lagi kondisi seperti ini," ujarnya.


Politisi Partai NasDem itu berharap, kejadian ini menjadi yang terakhir. "Kita tentu ingin yang terbaik dan semoga ini tidak terulang lagi di kemudian hari," harapnya.


Anggota Komisi III DPRD Kabupaten Sekadau, Bernadus Mohtar, menegaskan pentingnya menyelesaikan persoalan ini secara kekeluargaan. 


"Kita mengharapkan ada titik terang. Harapan kami ini bisa diselesaikan secara kekeluargaan," kata dia.


Politisi Partai Gerindra itu menilai, kejadian ini merupakan masukan penting untuk mengevaluasi kesiapan sekolah dalam menerima ABK. Tentunya ini juga menjadi momentum memperkuat kebijakan pendidikan inklusif di Sekadau.


"Sebelum ini terjadi, kami sudah berpikir bagaimana Sekadau memiliki guru pendamping khusus karena kita belajar dari pengalaman. Kalau anak tidak sekolah di SLB, maka Disdik harus mendata di mana anak-anak berkebutuhan khusus ini bersekolah," jelasnya.


Menurutnya, kebutuhan untuk mengakomodir ABK harus menjadi perhatian pemerintah daerah, terutama Dinas Pendidikan. Komisi III berkomitmen akan membahas hal ini lebih lanjut dalam program kerja ke depan.


"Ini menjadi atensi kami di Komisi III. Dari apa yang kita bahas, kami sudah dapatkan poin-poin penting," tegasnya.


*Penjelasan Yayasan Filipi Sekadau*


Ketua Yayasan Filipi Sekadau, Bayu Dwi Harsono, menjelaskan pihaknya tak ada niatan sedikit pun untuk melakukan diskriminasi terhadap calon siswa ABK. Keputusan tidak menerima peserta didik baru ABK tersebut telah dibahas dalam rapat pengurus pada 1 Juli 2024 dan ditegaskan kembali pada 17 Februari 2025. Keputusan ini pun diambil dengan berbagai pertimbangan dan masukan dari dewan guru.


"Ini murni karena keterbatasan kami karena belum memiliki guru pendamping khusus dan kurikulum khusus," jelasnya.


Pada kesempatan itu, Bayu juga menyampaikan permohonan maaf karena belum bisa mengakomodir siswa ABK di sekolah tersebut. Namun, ia menegaskan tak ada niat sama sekali dari pihaknya untuk melakukan diskriminasi. 


"Sekolah kami sangat terbatas. Siswa ABK yang sudah bersekolah di sini tidak mungkin kami lepas, tentu salah. Dengan pengalaman yang ada, kami tidak mampu menangani ABK karena kondisi kami sangat terbatas," ungkap Bayu.


Bayu berharap, masalah ini dapat menjadi bahan evaluasi ke depannya. Ini juga menjadi momentum bagi pihaknya untuk terus berbenah sehingga bisa memberikan pelayanan terbaik, khususnya di bidang pendidikan. 


"Mengenai tuntutan (permintaan maaf secara terbuka), saya tidak bisa putuskan sendiri. Kami akan rapatkan bersama pengurus lainnya," ucap Bayu.


*Ortu Siswa Tuntut Perbaikan dan Permintaan Maaf*


Khelvin Chandra, salah satu orang tua calon siswa merasa mendapat diskriminasi olah pihak sekolah saat mendaftarkan anaknya di sekolah tersebut. Namun, ia menegaskan pengaduan yang dibuatnya itu bukan bermaksud menjatuhkan nama baik yayasan, melainkan untuk menyampaikan aspirasi agar ada perbaikan dan evaluasi ke depannya. 


"Kami selaku orang tua tidak ada niat sama sekali untuk menjatuhkan nama baik yayasan dan pihak sekolah. Ini merupakan bentuk aspirasi kami agar kejadian yang dialami anak kami tidak terjadi lagi kepada anak-anak berkebutuhan khusus lainnya," ucapnya.


Dalam mediasi tersebut, Khelvin pun sempat memaparkan kronologis saat mendapatkan sang anak di SD Filipi. Bahkan, ia sempat meminta bertemu dengan pihak yayasan dan komite sekolah untuk membahas masalah tersebut. Namun, permintaannya itu tak kunjung dipenuhi.


"Kalau memang tidak menerima siswa ABK, kenapa formulir dan uang pendaftaran kami diterima? Bahkan saat pendaftaran kami membawa anak kami, lalu kami juga dibuatkan brosur oleh pihak sekolah untuk mencari guru pendamping untuk persyaratan agar bisa masuk dan diterima," ungkapnya.


"Setelah kami ikuti proses yang diminta oleh pihak sekolah, muncul keputusan lain,bahwa anak kami tidak dapat diterima. Kami mendapatkan kabar itu di tanggal 26 Maret 2025," sambungnya.


Khelvin pun mempertanyakan keputusan tersebut. Ia pun merasa kecewa dengan perlakuan pihak sekolah yang semula memberikan harapan untuk menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut.


"Kami meminta ke depan agar ada evaluasi sehingga kejadian seperti ini tidak terjadi lagi di kemudian hari. Kemudian, kami meminta pihak yayasan dan sekolah secara kelembagaan membuat permohonan maaf secara terbuka dan tertulis kepada anak-anak berkebutuhan khusus di Kabupaten Sekadau," pintanya.


*Dikbud Sekadau: Sekolah Harus Siap Dampingi ABK, Bukan Sekadar Terima*


Di tempat terpisah, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Kabupaten Sekadau, Fran Dawal, menyoroti pentingnya kesiapan tenaga pendidik dalam mendampingi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di sekolah umum. Ia menegaskan jika dipaksakan penerimaannya tanpa kesiapan justru bisa merugikan anak itu sendiri.


"Mengingat keterbatasan guru di SD Filipi Sekadau, kalau dipaksakan, kasihan anak tersebut bagaimana belajarnya. Jadi, harus disekolahkan di sekolah khusus," ujar Fran Dawal, Jumat, 20 Juni 2025.


Ia mengungkapkan, jika anak yang tidak diterima di SD Filipi, kini telah diterima di SDK. Pihaknya akan memantau bagaimana sekolah menyiapkan tenaga pendidik untuk melakukan pendampingan dalam proses belajar.


"(Anaknya) sudah diterima di SDK. Nantinya kita lihat bagaimana sekolah menyiapkan tenaga pendidiknya. Ke depan akan kami evaluasi. Kita tidak ingin menyuruh orang sekolah, tapi ndak dapat ilmu," tegasnya.


Mengenai masalah yang terjadi saat ini antara orang tua siswa ABK dengan SD Filipi, Fran berharap masalah tersebut dapat diselesaikan dengan baik. Dikbud bersama pihak terkait akan melakukan evaluasi sistem dan mempersiapkan sumber daya yang dibutuhkan.


"Ini menjadi pembelajaran agar ke depan kita berbenah memenuhi tenaga pendidik khusus untuk anak-anak ABK. Ini memang tidak semudah yang kita omongkan," ucapnya.


Selain itu, ia juga menyoroti kendala yang dihadapi guru dalam menangani siswa ABK. "(Guru) yang ada ini pun kadang dilatih agar pendidik kita siap. Untuk sementara, SLB kita siap, sarpras, tenaga pendidik juga ada. Hanya saja kebanyakan masyarakat tidak mau," katanya.


Fran berharap orang tua dan masyarakat memahami bahwa pendidikan bagi ABK membutuhkan pendekatan dan fasilitas khusus agar mereka bisa benar-benar mendapatkan ilmu. "Siswa ABK tentu ada guru khusus yang harus mendampingi, metode dan kurikulumnya juga khusus" pungkasnya.(Tim)